Trauma Psikologis

Trauma Psikologis

Definisi trauma

Trauma psikologis adalah kondisi yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa buruk yang menimpa diri seseorang. Kejadian yang tidak menyenangkan ini membuat orang yang mengalaminya merasa tidak aman dan tidak berdaya menghadapi dunia yang penuh bahaya.

Saat mengalami trauma, Anda mungkin juga akan tersiksa dengan emosi, ingatan, dan kecemasan yang mengingatkan kepada peristiwa tersebut, hingga mengganggu kehidupan sehari-hari. Bahkan, Anda mungkin juga menjadi tidak bisa percaya lagi kepada orang lain.

Sebenarnya, ada banyak kejadian yang dapat menyebabkan trauma, terutama yang mengancam nyawa. Namun, situasi yang membuat Anda kewalahan terhadap perasaan tertentu (overwhelmed) atau justru merasa terpinggirkan juga dapat menyebabkan trauma.

Hanya saja, perasaan trauma tidak bisa diukur dari kejadian yang dialami, tapi bagaimana Anda menerima atau menanggapi peristiwa tersebut. Artinya, dua orang yang berbeda bisa saja mengalami kejadian yang sama tapi hanya salah satu saja yang merasa trauma.

Kondisi kesehatan fisik dan mental, dukungan dari orang terdekat, dan kemampuan diri sendiri untuk menghadapi situasi tersebut dapat memengaruhi respons Anda terhadap kejadian traumatis.

Tanda & gejala trauma

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, respons yang muncul dari masing-masing individu terhadap kejadian traumatis bisa sangat berbeda-beda. Oleh sebab itu gejala yang muncul pun bisa sangat beragam, mulai dari gejala fisik hingga psikologis.

Pada umumnya, reaksi terhadap trauma adalah hal yang normal, karena reaksi atau gejala ini merupakan bagian dari proses alami tubuh untuk pulih dari trauma yang dialaminya. Berikut adalah beberapa reaksi atau gejala yang sering muncul:

  • Sangat emosional dan merasa sedih.
  • Sangat waspada terhadap berbagai hal yang terjadi di sekitarnya.
  • Lelah secara fisik.
  • Stres dan cemas.
  • Overprotektif terhadap orang-orang terdekat.
  • Takut untuk bepergian karena khawatir akan terjadi sesuatu yang membahayakan dirinya.

Sementara itu, ada pula beberapa reaksi lain yang dikelompokkan berdasarkan jenisnya seperti berikut ini.

Reaksi mental

  • Berkurangnya kemampuan untuk mengingat dan berkonsentrasi.
  • Sulit menghindari pikiran mengganggu yang berkaitan dengan kejadian traumatis.
  • Terus-menerus teringat kejadian traumatis tersebut tanpa bisa dikendalikan.
  • Merasa hilang arah dan disorientasi.

Reaksi emosional

  • Muncul rasa takut, panik, dan cemas.
  • Mati rasa, hingga tak bisa merasakan apapun.
  • Mulai mengisolasi diri dan menjauhi semua orang.
  • Depresi, memiliki perasaan bersalah, dan terlalu sensitif terhadap banyak hal di sekelilingnya.
  • Terus-menerus merasa waspada karena takut akan ada bahaya lain yang menimpanya.
  • Shock atau terkejut karena tidak bisa percaya dengan kejadian buruk yang menimpanya.

Reaksi fisik

  • Kelelahan.
  • Gangguan tidur.
  • Mual, muntah, dan pusing.
  • Sakit kepala.
  • Keringat berlebih.
  • Detak jantung meningkat.

Reaksi perilaku

  • Berusaha menghindari berbagai hal yang mengingatkan terhadap kejadian traumatis.
  • Sulit berhenti untuk memikirkan apa yang telah terjadi.
  • Tidak melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
  • Perubahan terhadap nafsu makan, seperti makan lebih banyak atau justru lebih sedikit.
  • Gangguan tidur.
  • Mulai melakukan kebiasaan-kebiasaan tak sehat, seperti merokok, mengonsumsi alkohol, atau minum kopi secara berlebihan.

Penyebab trauma

Ada beberapa kejadian yang mungkin menjadi penyebab Anda mengalami trauma. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Kejadian yang terjadi hanya satu kali

Jangan salah, meski hanya terjadi satu kali seumur hidup, ada kejadian yang bisa menimbulkan trauma mendalam bagi orang yang mengalaminya. Hal ini termasuk kecelakaan, bencana alam, hingga serangan teroris.

Hal ini sangat berpotensi menyebabkan trauma, khususnya jika terjadi secara tiba-tiba tanpa diduga dan dialami saat masih anak-anak.

2. Kejadian yang terjadi terus-menerus

Selain itu, kejadian yang terjadi terus-menerus juga dapat menimbulkan efek traumatis terhadap orang yang mengalaminya. Jadi, bukan berarti karena mengalaminya setiap hari, orang tersebut terbiasa terhadap kejadian tidak menyenangkan yang dialaminya, ya.

Ada beberapa hal yang mampu menimbulkan perasaan trauma. Contohnya, tinggal di lingkungan yang penuh dengan tindak kejahatan, hingga memiliki penyakit serius dan mematikan.

Mengalami bullying saat remaja atau kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, hingga ditinggalkan oleh orangtua saat masih kecil juga bisa menjadi penyebab dari trauma.

3. Kejadian yang sering dianggap remeh

Selain kedua kejadian tersebut, ada pula kejadian yang terlihat sepele, tapi bisa menimbulkan trauma. Biasanya, banyak orang yang menganggap hal ini wajar terjadi. Apalagi jika banyak orang lain yang mengalaminya tapi tidak merasakan efek trauma.

Contohnya, menjalani operasi besar, kematian orang terdekat secara mendadak, putus dengan pasangan, atau mengalami pengalaman yang memalukan atau mengecewakan.

Faktor risiko trauma

Pada dasarnya, siapa saja pasti memiliki potensi yang sama besarnya untuk mengalami trauma. Namun, Anda akan semakin rentan mengalaminya jika sedang dalam kondisi tidak stabil.

Contohnya, sedang stres, baru mengalami kehilangan, atau sudah pernah mengalami kejadian traumatis sebelumnya. Salah satu kejadian traumatis yang dapat meningkatkan risiko Anda mengalaminya lagi adalah kejadian yang dialami saat masih anak-anak.

Trauma masa kecil biasanya terjadi karena ada hal yang membuat anak merasa tak aman, seperti:

  • Lingkungan yang tidak aman.
  • Terpisah dari orangtua.
  • Penyakit serius.
  • Kekerasan fisik, seksual, dan verbal.
  • Kekerasan dalam rumah tangga.
  • Pengabaian oleh orang-orang terdekat.

Ya, Anda memiliki risiko lebih besar untuk mengalami trauma berkepanjangan jika pernah mengalami trauma di masa kecil.

Oleh sebab itu, sebaiknya cari cara untuk mengatasi trauma, meski hal tersebut sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Dengan begitu, risiko mengalami trauma pun bisa berkurang.

Efek trauma berkepanjangan

Trauma adalah hal yang sangat wajar. Umumnya, perasaan trauma ini juga bisa hilang dengan sendirinya, selama ada dukungan dari teman dan keluarga terdekat.

Sayangnya, ada juga trauma yang tergolong parah, sehingga jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan Anda mengalami gangguan mental lainnya. Ada beberapa efek dari trauma berkepanjangan yang mungkin terjadi:

1. Post-traumatic stress disorder (PTSD)

PTSD adalah salah satu bentuk respons yang mungkin muncul setelah Anda mengalami kejadian traumatis. Kemungkinan Anda mengalami kondisi ini sangat tergantung dengan kejadian yang Anda alami, serta bagaimana Anda menerima kejadian tersebut.

PTSD merupakan bentuk reaksi yang wajar. Akan tetapi, jika kondisi ini terus berlanjut selama lebih dari dua minggu, sebaiknya cari bantuan medis untuk mengatasi efek dari trauma yang satu ini.

2. Depresi

Terus-menerus merasa ketakutan dan dihantui oleh peristiwa traumatis dapat memicu depresi. Apalagi jika Anda sendiri tidak tahu bagaimana cara mengatasi perasaan-perasaan tersebut.

Saat depresi, Anda akan kesulitan melakukan berbagai aktivitas sehari-hari yang biasanya mudah untuk dijalani. Contohnya, berangkat kerja, bertemu dengan orang lain, atau hanya sekedar bangkit dari tempat tidur pun rasanya tak mampu.

Kondisi ini tergolong masalah mental yang cukup sering terjadi. Hanya saja, saat Anda merasa depresi, akan semakin sulit untuk menghadapi trauma yang juga sedang dialami. Maka itu, segera periksakan kondisi ke dokter saat Anda sudah mengalami depresi lebih dari dua minggu.

3. Gangguan kecemasan

Merasa cemas, takut, panik setelah mengalami peristiwa traumatis adalah hal yang sangat lazim terjadi. Bahkan, bersamaan dengan itu, Anda juga merasakan berbagai gejala fisik yang mungkin muncul.

Namun, jika perasaan cemas bertambah semakin parah, mungkin Anda sedang mengalami gangguan kecemasan. Apalagi jika rasa cemas tersebut sudah mengganggu keseharian Anda. Jika sudah demikian, lebih baik cari bantuan medis agar kondisi ini bisa segera diatasi.

4. Masalah dalam kehidupan sehari-hari

Jika Anda sudah berlarut-larut dalam kesedihan, ketakutan, kecemasan, dan perasaan negatif lainnya, bisa jadi kehidupan Anda akan terganggu.

Artinya, akan timbul berbagai masalah baru dalam kehidupan sehari-hari karena Anda tidak menunjukkan keinginan untuk move on dari trauma yang dialami.

Sebagai contoh, muncul masalah dengan performa kerja yang menyebabkan masalah dengan atasan atau kolega. Selain itu, ada pula kemungkinan timbulnya masalah dengan pasangan, orangtua, atau anggota keluarga dan teman-teman.

Memang benar bahwa menghadapi trauma bukan hal yang mudah. Oleh sebab itu, jika Anda merasa sudah diluar kendali dan tidak bisa mengatasinya sendiri, lebih baik cari bantuan medis.

5. Kecanduan rokok, alkohol, dan obat terlarang

Menurut Phoenix Australia, atau pusat kesehatan mental pascatrauma di Australia, salah satu efek yang mungkin dialami seseorang saat mengalami trauma berkepanjangan adalah kecanduan alkohol, rokok, hingga obat-obatan terlarang.

Hal ini disebabkan produk-produs tersebut kemungkinan dapat mengurangi gejala trauma yang kerap muncul. Sayangnya, efek yang diberikan oleh ketiganya hanya berlangsung singkat atau jangka pendek.

Hanya saja, hal tersebut membuat Anda menjadi ingin terus-menerus mengonsumsinya hingga menjadi kecanduan. Padahal, terlalu banyak mengonsumsi alkohol, menggunakan rokok, hingga mengonsumsi obat-obatan juga dapat memberikan dampak buruk kepada kesehatan tubuh Anda.

Cara mengatasi trauma

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi trauma, beberapa di antaranya adalah:

1. Terapi

Salah satu cara yang bisa Anda tempuh adalah dengan menjalani psikoterapi atau terapi psikologi. Cara ini dianggap salah satu yang paling efektif, khususnya jika sudah tidak bisa mengatasi kondisi ini secara mandiri atau dengan bantuan orang terdekat.

Cognitive behavioral therapy

Cognitive behavioral therapy (CBT) adalah jenis psikoterapi yang bisa Anda jalani. Pada terapi ini, Anda akan dibantu untuk menerima dan mengevaluasi pikiran dan perasaan terhadap kejadian traumatis yang pernah terjadi.

Somatic experiencing

Sedikit berbeda dengan CBT, terapi ini lebih fokus terhadap sensasi yang dirasakan oleh tubuh terhadap peristiwa penyebab trauma.

Berkonsentrasi penuh terhadap tubuh dapat memudahkan Anda untuk mengeluarkan energi berupa amarah, kekecewaan, kesedihan yang berkaitan dengan trauma.

Energi yang keluar bisa berupa tangisan, tubuh yang terguncang, hingga berbagai jenis pelepasan energi melalui pergerakan fisik lainnya.

2. Penggunaan obat-obatan

Terkadang, penggunaan obat-obatan tertentu dapat membantu mengatasi trauma. Akan tetapi, penggunaan obat ini harus berdasarkan resep dokter, bukan atas keinginan sendiri.

Di samping itu, meski sudah mengonsumsi obat-obatan, dokter tetap harus melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap kondisi kesehatan Anda. Berikut adalah beberapa jenis obat yang bisa Anda konsumsi:

Tranquiliser

Obat ini dapat membantu mengurangi kecemasan yang mungkin timbul akibat trauma yang Anda alami. Tak hanya itu, penggunaan obat ini juga dapat membantu agar bisa merasa mengantuk dan memiliki keinginan untuk tidur.

Meski begitu, obat ini tidak disarankan untuk penggunaan jangka panjang, karena obat ini memang lebih ideal untuk penggunaan jangka pendek. Terlebih, Anda bisa saja mengalami kecanduan obat jika terus-menerus mengonsumsi obat ini.

Antidepresan

Saat mengalami kondisi ini, Anda bisa saja mengalami depresi, khususnya jika trauma tak segera diatasi. Penggunaan obat antidepresan dapat membantu mengurangi gejala depresi, tapi harus tetap dengan resep dari dokter.

3. Tindakan mandiri di rumah

Sebagai hal yang wajar setelah mengalami kejadian traumatis, trauma sebenarnya bisa hilang tanpa bantuan ahli medis. Namun, harus ada kemauan dari diri sendiri untuk terlepas dari trauma yang dialami. Untuk mengatasi trauma tanpa bantuan ahli medis, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan, misalnya:

Tidur cukup dan konsumsi makanan bernutrisi

Saat mengalami trauma, Anda mungkin menjadi malas makan, tidak bisa tidur, dan hanya ingin diam sendiri di dalam kamar sambil bersembunyi di balik selimut. Sayangnya, itu bukan cara yang tepat untuk mengatasi trauma.

Meski sedang sedih, marah, takut, kecewa, dan merasakan berbagai emosi negatif lainnya, Anda tidak boleh lengah menjaga kesehatan. Pasalnya, cara ini dapat membantu mengurangi perasaan trauma yang menghantui Anda.

Dari segi menjaga pola tidur, cobalah untuk selalu tidur tepat waktu. Pastikan bahwa Anda sudah cukup tidur, misalnya selama tujuh jam setiap malam.

Di samping itu, cobalah untuk tidur di waktu yang sama setiap harinya. Ini mungkin bukan hal yang mudah, khususnya dalam kondisi yang tidak stabil seperti saat sedang mengalami trauma.

Namun, kurang tidur justru memperburuk gejala trauma yang muncul. Akibatnya, akan semakin susah mengendalikan keseimbangan emosi Anda.

Di sisi lain, Anda juga perlu menjaga pola makan yang sehat. Konsumsi makanan dengan gizi seimbang. Tak lupa, hindari berbagai makanan manis atau gorengan untuk membantu meningkatkan suasana hati Anda.

Rutin berolahraga

Berolahraga merupakan bagian dari menerapkan gaya hidup sehat. Saat aktif bergerak, tubuh akan memproduksi lebih banyak hormon endorfin yang dapat meningkatkan suasana hati Anda.

Untuk mendapatkan manfaatnya, lakukan olahraga secara rutin, misalnya lima hari dalam seminggu. Kemudian, luangkan waktu sebanyak 30 menit setiap harinya untuk berolahraga.

Ada banyak pilihan olahraga yang bisa Anda lakukan, mulai dari berenang, jalan kaki, jogging, berlari, hingga bermain sepeda. Anda bisa memilih jenis olahraga yang paling sesuai dengan kondisi tubuh.

Tetap berinteraksi dengan orang lain

Saat mengalami trauma, Anda mungkin cenderung ingin sendiri, mengurung diri di kamar dan menjauhi semua orang. Padahal, terlalu banyak menghabiskan waktu sendiri justru dapat memperparah efek trauma yang Anda alami.

Maka itu, cobalah untuk memperbanyak interaksi dengan orang lain, walau Anda sedang tidak ingin melakukannya. Anda juga perlu melakukan berbagai kesibukan yang dapat mempertemukan dengan banyak orang.

Berinteraksi dengan banyak orang dapat membantu Anda agar lebih mudah melalui masa-masa sulit ini. Oleh sebab itu, hindari terlalu banyak menyendiri dan habiskan waktumu bersama dengan orang lain.

×